Senin, 29 April 2013

DIBAWAH TANGAN KAPITALIS











“….Pemerintah berkoar-koar mengenai dana BOS dan sekolah gratis 9 tahun, tapi masih diwajibkan  bayar seragam dari pihak sekolah, pelayanan administrasi yang berbelit-belit, fasilitas bangunan yang tidak memadai, masih tingginya tingkat kemiskinan dan putus sekolah..beginikah potret pendidikan kita saat ini…???”


Jika kita menengok film laskar pelangi ,perhatian kita tertuju pada suramnya fasilitas pendidikan dan buruknya nasib guru.Mungkin secara tak langsung , cuplikan film tersebut seakan menohok kita,betapa masih banyaknya adegan-adegan tersebut yang masih ‘berseliweran’ di sekitar kita. Seakan pendidikan kita saat ini dengan mudahnya ‘dibeli’, sementara mereka yang tidak berpunya hanya bisa menelan ludah memimpikan indahnya mengecap pendidikan hingga ke jenjang yang lebih tinggi dengan fasilitas yang memadai.

Sajak  RUU PT  yang gaungnya masih terngiang panas ditelinga kita, merupakan bukti nyata bahwa kaum kapitalis sudah tidak malu lagi mengeluarkan taringnya. Pendidikan kita terjebak dalam komersialisasi .Mungkin pertanyaannya, Apa Kabar pasal 26 (1)UDD 45? Mungkin kitab pamungkas itu sudah mereka kunci rapat didalam gudang dan membiarkan ayat-ayatnya berdebu dan dimakan rayap .Pancasila pun kini hanya tinggal’nama’.

Yah, Kita tidak bisa memungkiri. Nasib pendidikan kita berada dibawah tangan mereka.Tangan-tangan sang kapitalis. Liberalisasi  pendidikan  menyebabkan pemerintah mengurangi campur  tangan atas kebijakan institusi pendidikan,sehingga institusi pendidikan akhirnya harus mencari dana yang didapat dari pihak swasta atau asing . Maka tak mengherankan apabila para sang kapitalis menguasai pendidikan dengan biaya yang melambung tinggi sehingga rakyat kecil getar-getir mengecap nikmatnya bangku sekolah yang tinggi.
Praktik Neoliberalisasi tidak hanya menyentuh sendi pendidikan kita, tapi telah menggerayangi tanah bumi pertiwi kita. 

Neoliberalisme sebenarnya kisah klasik yang terus ‘memboncengi’ Indonesia, praktiknya sudah wara-wiri sejak jaman penjajahan dibawah masa Raffles tahun 1811, dimana pada saat itu peraturan mengenai penanaman modal pihak swasta di Indonesia sudah mulai dijalankan .Pada saat itu pemilik modal swasta hanya boleh menguasai lahan maksimal 45 tahun. Hingga di masa Susilo Bambang Yudhoyono (UU 25/2007) pemilik modal diperbolehkan menguasai lahan selama 95 tahun. Teritorial Indonesia (tanah dan laut) telah dibagi dalam bentuk KK Migas, KK Pertambangan, HGU Perkebunan, dan HPH Hutan. Total 175 juta hektar (93% luas daratan Indonesia) milik pemodal swasta/asing.

Ditambah lagi, sejak orde baru, roda pemerintahan  dikendalikan oleh 400-an keluarga yang menguasai ribuan perusahaan. Mereka mendapat monopoli kredit murah, perlindungan tarif, kuota, dan sebagainya. Semua itu karena mereka memberi upeti kepada penguasa.. Maka tak mengherankan bila perusahaan asing bebas berinvestasi dengan proteksi nasional demi mengejar kepentingan dan keuntungan diberbagai sector. Akibatnya ,rakyat makin dihadapkan pada ‘ujung-ujungnya duit’. Rakyat masih harus tarik nafas bila ingin sekolah, berobat ke rumah sakit, dsb
 
Penyelewengan nilai-nilai luhur pancasila seakan begitu sempurna dengan berbagai praktik neoliberalisme yang bercokol didalamnya. Sampai kapan pun kita tidak akan mendapatkan sebuah jalan keluar ,bila kaum  penguasa kapitalis masih tutup telinga dan ongkang-ongkang kaki diatas closet anggaran bermilyar-milyar.
Sampai kapan pun juga, kita tidak akan merasakan nikmatnya sekolah tinggi dan kekayaan bumi pertiwi , bila hanya satu atau segelintir orang saja yang berorasi meneriakkan kehancuran hingga urat lehernya terputus,bila kaum jelata masih hanya terus meratap dan berpangku tangan dengan tatapan kosong tanpa tahu hal apa yang harus mereka lakukan untuk membalikkan nasib……..


0 komentar:

Posting Komentar

 

Meuthia's World Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger