
“….Pemerintah berkoar-koar
mengenai dana BOS dan sekolah gratis 9 tahun, tapi masih diwajibkan bayar seragam dari pihak sekolah, pelayanan
administrasi yang berbelit-belit, fasilitas bangunan yang tidak memadai, masih
tingginya tingkat kemiskinan dan putus sekolah..beginikah potret pendidikan
kita saat ini…???”
Jika kita menengok
film laskar pelangi ,perhatian kita tertuju pada suramnya fasilitas pendidikan
dan buruknya nasib guru.Mungkin secara tak langsung , cuplikan film tersebut
seakan menohok kita,betapa masih banyaknya adegan-adegan tersebut yang masih
‘berseliweran’ di sekitar kita. Seakan pendidikan kita saat ini dengan mudahnya
‘dibeli’, sementara mereka yang tidak berpunya hanya bisa menelan ludah
memimpikan indahnya mengecap pendidikan hingga ke jenjang yang lebih tinggi
dengan fasilitas yang memadai.
Sajak RUU PT
yang gaungnya masih terngiang panas ditelinga kita, merupakan bukti
nyata bahwa kaum kapitalis sudah tidak malu lagi mengeluarkan taringnya.
Pendidikan kita terjebak dalam komersialisasi .Mungkin pertanyaannya, Apa Kabar
pasal 26 (1)UDD 45? Mungkin kitab pamungkas itu sudah mereka kunci rapat
didalam gudang dan membiarkan ayat-ayatnya berdebu dan dimakan rayap .Pancasila
pun kini hanya tinggal’nama’.
Yah, Kita tidak bisa
memungkiri. Nasib pendidikan kita berada dibawah tangan mereka.Tangan-tangan
sang kapitalis. Liberalisasi
pendidikan menyebabkan pemerintah
mengurangi campur tangan atas kebijakan
institusi pendidikan,sehingga institusi pendidikan akhirnya harus mencari dana
yang didapat dari pihak swasta atau asing . Maka tak mengherankan apabila para
sang kapitalis menguasai pendidikan dengan biaya yang melambung tinggi sehingga
rakyat kecil getar-getir mengecap nikmatnya bangku sekolah yang tinggi.
Praktik
Neoliberalisasi tidak hanya menyentuh sendi pendidikan kita, tapi telah
menggerayangi tanah bumi pertiwi kita.
Neoliberalisme sebenarnya kisah
klasik yang terus ‘memboncengi’ Indonesia, praktiknya sudah wara-wiri sejak
jaman penjajahan dibawah masa Raffles tahun 1811, dimana pada saat itu peraturan
mengenai penanaman modal pihak swasta di Indonesia sudah mulai dijalankan .Pada saat itu pemilik modal swasta hanya boleh menguasai
lahan maksimal 45 tahun. Hingga di masa Susilo Bambang Yudhoyono (UU 25/2007)
pemilik modal diperbolehkan menguasai lahan selama 95 tahun. Teritorial
Indonesia (tanah dan laut) telah dibagi dalam bentuk KK Migas, KK Pertambangan,
HGU Perkebunan, dan HPH Hutan. Total 175 juta hektar (93% luas daratan
Indonesia) milik pemodal swasta/asing.
Ditambah lagi, sejak
orde baru, roda pemerintahan dikendalikan oleh 400-an keluarga yang
menguasai ribuan perusahaan. Mereka mendapat monopoli kredit murah,
perlindungan tarif, kuota, dan sebagainya. Semua itu karena mereka memberi
upeti kepada penguasa.. Maka tak mengherankan
bila perusahaan asing bebas berinvestasi dengan proteksi nasional demi mengejar
kepentingan dan keuntungan diberbagai sector. Akibatnya ,rakyat makin
dihadapkan pada ‘ujung-ujungnya duit’.
Rakyat masih harus tarik nafas bila ingin sekolah, berobat ke rumah sakit, dsb
Penyelewengan
nilai-nilai luhur pancasila seakan begitu sempurna dengan berbagai praktik
neoliberalisme yang bercokol didalamnya. Sampai kapan pun kita
tidak akan mendapatkan sebuah jalan keluar ,bila kaum penguasa kapitalis masih tutup telinga dan
ongkang-ongkang kaki diatas closet anggaran bermilyar-milyar.
Sampai kapan pun juga,
kita tidak akan merasakan nikmatnya sekolah tinggi dan kekayaan bumi pertiwi ,
bila hanya satu atau segelintir orang saja yang berorasi meneriakkan kehancuran
hingga urat lehernya terputus,bila kaum jelata masih hanya terus meratap dan
berpangku tangan dengan tatapan kosong tanpa tahu hal apa yang harus mereka
lakukan untuk membalikkan nasib……..
0 komentar:
Posting Komentar