Dewasa ini,
perkembangan dunia secara global tidak jauh dari konflik. Di mana terdapat
pemberontakan yang dilakukan secara sporadis oleh orang-orang yang merasa
dirinya tidak puas. Pemberontakan yang berujung konflik ini mengakibatkan
terganggunya sistem kehidupan bermasyarakat di daerah konflik tersebut.
Kerusakan ini berakibat pada hilangnya kesempatan seseorang untuk untuk
mendapatkan haknya, terutama anak-anak, dan khususnya anak perempuan. Dari data yang
dilaporkan UNICEF, lebih dari 300.000 anak-anak perempuan dan laki-laki dibawah
umur 18 tahun direkrut menjadi tentara anak dan berperang dalam lebih dari 30 konflik di seluruh dunia. Dari jumlah
tersebut, sekitar 40 persen atau 120.000 tentara anak-anak adalah anak
perempuan, namun sayangnya penderitaan yang sering muncul dan menjadi perhatian
internasional sebagian besar berfokus pada anak laki-laki.
Secara
global, ketika orang berbicara tentang tentara anak-anak, pemikiran yang muncul
adalah anak laki-laki. Padahal masih terdapat banyak ratusan ribu anak
perempuan yang juga dijadikan sebagai tentara anak. Sayangnya, mereka kurang
terlihat bahkan sama sekali tidak terdeteksi, atau biasa disebut sebagai
tentara bayangan (shadow armies) dalam konflik di seluruh dunia. Tentu saja hal
tersebut mengacu pada konsep bagaimana perempuan dipandang tidak sejajar dengan
laki-laki.
Penggunaan
anak perempuan untuk dijadikan tentara anak merupakan satu bentuk eksploitasi
yang sangat kejam. Anak perempuan tidak lagi dilindungi sebagaimana mestinya. Ketika menjadi
tentara anak, anak perempuan cenderung mendapatkan perlakuan yang lebih buruk
ketimbang anak laki-laki. Selain itu, saat berhasil keluar dari tentara anak,
anak perempuan tidak mudah untuk diterima kembali ke dalam masyarakat ataupun
keluarga. .Pada
negara –negara konflik , para
pemberontak yang berkuasa memaksa seluruh elemen masyarakat untuk bergabung tidak terkecuali
anak-anak, khususnya anak perempuan. Pada kasus anak perempuan, mereka berpikir
dengan adanya anak perempuan mereka dapat mendapat keuntungan ganda, pertama
mereka akan mendapatkan tenaga seperti anak laki-laki, kedua mereka dapat
mengekploitasi seksual anak perempuan. Pemikiran tersebut merupakan
representasi patriarki dan subordinasi pada anak perempuan. Tentu ini merupakan
bentuk paling kejam. Mengingat kedua hal tersebut merupakan pelanggaran hak
asasi manusia (HAM) yang berat..
Perlu disadari secara bersama bahwa sistem yang mendominasi dan
patriarki merupakan awal dari sebuah malapetaka bagi perempuan, terutama
anak-anak perempuan.Tentunya yang harus dilakukan ialah menghapuskan sistem tersebut
tanpa syarat sedikitpun. Mengingat, dominasi dan patriarki telah menyebabkan
pelanggaran HAM yang berat. Seperti yang terjadi pada mantan tentara anak
perempuan.
-Sebagai tugas sinopsis dalam mata kuliah Hak Asasi Manusia-
0 komentar:
Posting Komentar