Selasa, 04 Februari 2014

PELANGGARAN HAM TENTANG TENTARA ANAK . STUDI KASUS : PENINDASAN TERHADAP TENTARA ANAK PEREMPUAN



Dewasa ini, perkembangan dunia secara global tidak jauh dari konflik. Di mana terdapat pemberontakan yang dilakukan secara sporadis oleh orang-orang yang merasa dirinya tidak puas. Pemberontakan yang berujung konflik ini mengakibatkan terganggunya sistem kehidupan bermasyarakat di daerah konflik tersebut. Kerusakan ini berakibat pada hilangnya kesempatan seseorang untuk untuk mendapatkan haknya, terutama anak-anak, dan khususnya anak perempuan. Dari data yang dilaporkan UNICEF, lebih dari 300.000 anak-anak perempuan dan laki-laki dibawah umur 18 tahun  direkrut menjadi tentara anak dan berperang dalam lebih dari 30 konflik di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, sekitar 40 persen atau 120.000 tentara anak-anak adalah anak perempuan, namun sayangnya penderitaan yang sering muncul dan menjadi perhatian internasional sebagian besar berfokus pada anak laki-laki.
Secara global, ketika orang berbicara tentang tentara anak-anak, pemikiran yang muncul adalah anak laki-laki. Padahal masih terdapat banyak ratusan ribu anak perempuan yang juga dijadikan sebagai tentara anak. Sayangnya, mereka kurang terlihat bahkan sama sekali tidak terdeteksi, atau biasa disebut sebagai tentara bayangan (shadow armies) dalam konflik di seluruh dunia. Tentu saja hal tersebut mengacu pada konsep bagaimana perempuan dipandang tidak sejajar dengan laki-laki.
Penggunaan anak perempuan untuk dijadikan tentara anak merupakan satu bentuk eksploitasi yang sangat kejam. Anak perempuan tidak lagi dilindungi sebagaimana mestinya. Ketika menjadi tentara anak, anak perempuan cenderung mendapatkan perlakuan yang lebih buruk ketimbang anak laki-laki. Selain itu, saat berhasil keluar dari tentara anak, anak perempuan tidak mudah untuk diterima kembali ke dalam masyarakat ataupun keluarga. .Pada negara –negara  konflik , para pemberontak yang berkuasa memaksa seluruh elemen masyarakat untuk bergabung tidak terkecuali anak-anak, khususnya anak perempuan. Pada kasus anak perempuan, mereka berpikir dengan adanya anak perempuan mereka dapat mendapat keuntungan ganda, pertama mereka akan mendapatkan tenaga seperti anak laki-laki, kedua mereka dapat mengekploitasi seksual anak perempuan. Pemikiran tersebut merupakan representasi patriarki dan subordinasi pada anak perempuan. Tentu ini merupakan bentuk paling kejam. Mengingat kedua hal tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat..
            Perlu disadari secara bersama bahwa sistem yang mendominasi dan patriarki merupakan awal dari sebuah malapetaka bagi perempuan, terutama anak-anak perempuan.Tentunya yang harus dilakukan ialah menghapuskan sistem tersebut tanpa syarat sedikitpun. Mengingat, dominasi dan patriarki telah menyebabkan pelanggaran HAM yang berat. Seperti yang terjadi pada mantan tentara anak perempuan.


 -Sebagai tugas sinopsis dalam mata kuliah Hak Asasi Manusia-


0 komentar:

Posting Komentar

 

Meuthia's World Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger